in

Furiosa: A Mad Max Saga, Kegelapan dan Harapan dalam Dunia 

furiosa: a mad max saga

Film “Furiosa: A Mad Max Saga” karya George Miller selalu berhasil memukau penonton dengan gambaran distopia yang agak suram. 

Selama puluhan tahun, Miller menciptakan dunia halusinasi yang terasa sangat nyata, membuat penonton merinding dengan kemiripannya dengan dunia kita. 

Meski begitu, film-filmnya begitu memikat hingga sulit untuk tidak menikmati setiap adegan penuh aksi tersebut.

Namun, seiring berjalannya waktu, dunia yang digambarkan Miller dalam Mad Max semakin terasa dekat dengan realitas kita. Film pertama, yang dirilis pada tahun 1979, berlatar “beberapa tahun dari sekarang” dan menampilkan Max Rockatansky (Mel Gibson), seorang polisi jalan raya yang memiliki kehidupan normal dengan istri dan anak. 

Namun, segalanya berubah menjadi kacau balau, ditandai dengan gambar Hall of Justice yang mirip gerbang Auschwitz. Meski mungkin membuat kita tersentak, aksi kejar-kejaran dan tabrakan yang penuh adrenalin segera menghapus segala keraguan.

Furiosa: Kisah asal yang mengguncang

Film terbaru dalam siklus Mad Max, “Furiosa: A Mad Max Saga,” mengisahkan asal-usul karakter Furiosa yang diperankan Anya Taylor-Joy. 

Sebelumnya, Furiosa diperankan oleh Charlize Theron dalam “Mad Max: Fury Road” (2015). “Fury Road” adalah karya besar Miller yang menampilkan Furiosa sebagai karakter utama dengan beban dramatis dan emosional yang besar.

Awal kehidupan Furiosa

Kisah “Furiosa” dimulai dari masa kanak-kanaknya. Di usia 10 tahun, Furiosa (Alyla Browne) hidup di Tempat Hijau Banyak Ibu, sebuah pos surgawi. 

Namun, kehidupannya berubah ketika sekelompok pengendara motor menculiknya bersama ibunya (Charlee Fraser). 

Adegan kejar-kejaran melintasi gurun mengingatkan kita pada petualangan “Mad Max” sebelumnya, tetapi dengan sentuhan gaya western klasik.

Tahanan di tangan Warlord Dementus

Furiosa kemudian diserahkan kepada Warlord Dementus (Chris Hemsworth), pemimpin kelompok pengendara motor. 

Dementus digambarkan sebagai karakter flamboyan dengan jubah putih dan sikap sombong. Kehadirannya yang absurd menambah lapisan kompleksitas pada cerita. Furiosa, yang masih anak-anak, harus bertahan dari ancaman yang datang dari semua sisi.

Transformasi Furiosa

Untuk bertahan hidup, Furiosa harus mengaburkan identitasnya dan bergabung dengan barisan pekerja di Benteng, tempat karakter-karakter lain melarikan diri dalam “Fury Road.” 

Di sini, Furiosa mulai menunjukkan tekadnya yang kuat. Bertahun-tahun berlalu, dan Furiosa dewasa (Anya Taylor-Joy) mengambil alih peran tersebut dengan penuh semangat. 

Dia menemukan mentor dalam diri Praetorian Jack (Tom Burke) dan bersama-sama mereka menjalani berbagai petualangan berbahaya.

Kekuatan dan kerentanan Furiosa

Butuh waktu untuk terbiasa melihat Anya Taylor-Joy sebagai Furiosa, mengingat Charlize Theron menciptakan karakter tersebut dengan kemarahan dan melankolis yang mendalam. 

Meski Taylor-Joy mungkin terlihat lebih lemah secara fisik, kerentanannya justru menambah dimensi baru pada karakter Furiosa. 

Matanya yang besar dan ekspresif menciptakan ketidakpastian tentang pahlawan macam apa yang dia akan menjadi.

Dunia yang kejam dan harapan yang tersembunyi

“Furiosa” menampilkan perjalanan seorang wanita yang berjuang untuk bertahan hidup di dunia yang kejam. 

Meskipun Miller adalah pembuat film yang sangat kreatif, dia juga seorang dokter yang mengerti cara kerja tubuh, mesin, dan ekosistem. 

Tubuh Furiosa menjadi pusat cerita, dan perjuangannya menonjolkan penderitaan eksistensial yang dialaminya.

Adegan demi adegan, “Furiosa” melengkapi “Fury Road,” meski tidak sepenuhnya setara. Menonton seorang wanita berjuang di dunia yang memakan anak-anaknya memberikan bobot emosional yang mendalam. 

Miller, dengan film-filmnya, tidak hanya menghibur tetapi juga memberikan peringatan tentang akhir kehidupan seperti yang kita ketahui. “Furiosa” menunjukkan bahwa dia bukan hanya pembuat film hebat, tetapi juga salah satu nabi malapetaka yang paling berwawasan.