in

Merasa Buta Nada atau Fals saat Bernyanyi? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Bernyanyi. Foto: Unsplash

Suara yang indah adalah anugerah. Sayangnya, tidak semua manusia terlahir dengan suara indah dan kemampuan bernyanyi macam Adele, Taylor Swift, atau Ed Sheeran. Memang bukan masalah besar karena tak semua orang harus punya suara indah.

Kekurangan macam ini juga sangat bisa dimaklumi. Meski begitu, ada pula golongan orang-orang yang sama sekali tak bisa membaca nada. Boro-boro bernyanyi dengan indah, mereka bahkan tak punya kemampun yang cukup baik untuk memahami perbedaan nada saat melantunkan sebuah lagu.

Seringkali orang-orang ini dilabeli sebagai orang yang buta nada. Buta nada digunakan sebagai istilah paling umum untuk menyebut mereka yang tak bisa menyuarakan nada agar terdengar manis di telinga. Tetapi, secara medis kondisi ini ada istilahnya. Namanya adalah amusia.

Bernyanyi. Foto: Unsplash

Melansir dari laman Live Science, amusia merupakan kelainan neurologis dengan berbagai variasi kesulitan dalam mengenali nada. Mulai dari tak mampu mengenali melodi hingga buta total dalam membedakan not musik berbeda. Meski begitu, tak semua yang buta nada berarti menderita amusia. Kondisi ini bahkan hanya memengaruhi 4% populasi saja. Tetapi, apa sih penyebabnya?

Menurut Isabelle Peretz, seorang professor psikologi di Universitas Montreal, kondisi ini sifatnya keturunan. Ia yang merupakan seorang ahli neurokognisi musik menyebut hal ini merupakan masalah turun-temurun.

Pada pernyataanya yang lain, kondisi amusia juga bisa berkembang di kemudian hari yang merupakan akibat dari stroke atau trauma otak serius. Lalu, apa konsekuensinya?

Wise, peneliti di Guildhall School of Music & Drama di London menyebut bahwa setiap orang yang menderita amusia bawaan akan kesulitan mengenali musik, bahkan yang pernah didengar sebelumnya. Kecuali, jika saat mendengar musik, mereka dibantu dengan lirik lagu.

Ilustrasi Mendengarkan Musik. Foto: Freepik

Lebih lanjut, bentuk amusia paling umum adalah yang berbasis nada. Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2002 juga menemukan hal serupa. Penelitian mengungkap bahwa amusia ini terkait dengan ketidakmampuan memproses variasi nada. Para penyitas amusia kesulitan memahami perbedaan atau perubahan nada ke atas dan ke bawah. Mereka juga tak memahami ada pola yang dibuat dari rangkaian not musik tersebut.

Menariknya, penelitian ini juga menemukan bahwa gangguan hanya terjadi ketika pendengar mendengarkan musik. Gangguan buta nada ini tidak berlaku saat mereka mendengar berbagai suara di lingkungan sekitar, termasuk suara manusia saat berbicara. Sehingga amusia atau gangguan neurologis ini muncul hanya secara spesifik pada domain musik saja.

Mereka yang menderita amusia nyatanya juga masih bisa membedakan intonasi saat seseorang berbicara. Termasuk membedakan nada saat seseorang membuat pernyataan versus saat seseorang membuat pertanyaan.

Hal-hal yang seperti inilah yang membuat amusia seringkali tak terdeteksi dan bahkan tak disadari oleh mereka yang telah mengidapnya selama bertahun—tahun lamanya atau bahkan seumur hidup.

Kabar baiknya, sebuah penelitian mengenai neruologis menyebut ada kemungkinan untuk bisa membantu penderita amusia. Cara ini berhubungan dengan bagaimana cara pencitraan otak yang menunjukkan bahwa otak bisa menerima musik dan merespons informasi nada. Hanya saja proses ini tidak mencapai fase kesadaran pada penderita amusia. Neuron kemudian menyala sebagai respons terhadap perbedaan nada yang tak bisa dikenali tersebut.

Wise mengatakan, sebagai solusinya, perlu dikembangkan metode pelatihan yang memanfaatkan respons alam bawah sadar tersebut. Selain itu, dimungkinkan pelatihan sepanjang lingkungan pengasuhan termasuk secara sadar atau secara kebetulan lewat pengalaman yang terjadi di rumah dan di lingkungan sekitar.